Sabtu, 03 November 2012

GOD CONCEPTION "TAUHID"

by: Mr. dani.
Facebook: Pendekar wetan edan


segala sesuatu tidak dapat terjadi kecuali atas kehendak dan izin Allah. Apapun keinginan manusia, sama sekali tidak dapat direalisasikan, apabila Allah tidak menghendaki dan tidak mengizinkannya.

Dan kamu tidak dapat menghendaki kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S 81:29)

Jauh sebelum manusia terlahir ke dunia, Allah yang Maha Tahu sudah mengetahui seluruh Qadha dan Qadar bagi manusia tersebut. Apakah akhirnya manusia ini akan masuk ke dalam sorga Nya ataukah ke dalam neraka Nya, tentu Allah sudah mengetahuinya dengan pasti. Tetapi manusia tidak mengetahui tentang bagaimana nasibnya kelak. Jika seorang manusia mengetahui bahwa ia akan berakhir di dalam neraka, dan dapat memilih, tentu ia memilih untuk tidak dilahirkan ke dunia, bahkan menyesali kenapa dia diciptakan. Dan seandainya seorang manusia memili pengetahuan yang benar tentang Qadha dan Qadarnya di masa depan, itu sama sekali tidak mengubah keharusannya dalam berikhtiyar. Karena ikhtiyar menjadi sarana bagi tercapainya suatu ketetapan di masa depan.

Dihadapan Yang Maha Kuasa, manusia tidak memiliki daya upaya. Ketetapan Ilahi harus terjadi, apakah ia menyukainya atau tidak menyukainya. Manusia seakan wayang yang digerakan oleh dalang, ada yang dijadikannya tokoh yang jahat, dan ada yang dijadikannya tokoh yang baik. Kalau begitu, apa artinya ikhtiyar? Ikhtiyar dan kehendak untuk ikhtiyar pun terjadi atas kehendak dan izin Allah yang Maha Kuasa. Apakah ini keyakinan yang benar? Sementara Allah tidak bersifat dzalim kepada hambaNya. Apakah siksa akan ditimpakan kepada seorang hamba, padahal hamba itu tidak memiliki kekuatan untuk menentukan pilihan perbuatannya sendiri?

Ada orang yang menghendaki dan memilih jalan kebaikan. Ada pula orang yang menghendaki dan memilih jalan keburukan. Semua itu tidak dapat terjadi, kecuali atas kehendak Allah dan izin Nya. Lalu jika ada manusia yang jahat, mengapa ia berdosa? Padahal jika Allah tidak menghendaki orang itu menjadi manusia jahat, tentunya orang itu tidak akan mampu menjadi jahat. Hal ini seringkali menjadi bab bagi kaum atheisme dan anti Islam untuk mempersalahkan ajaran Islam. Mereka berkata, “Allah umat Islam adalah yang membuat manusia tersesat, sebagaimana yang tercatat dalam al Quran :

Katakanlah: "Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertobat kepada Nya", (Q.S 13:27)

Terbukti bukan, bahwa Allah lah yang menyesatkan manusia?” Demikian itulah perkataan mereka yang tidak faham terhadap al Quran, menggunakan kalimat yang haq dengan makna yang batil.

Jika Allah yang menyesatkan manusia, lalu mengapa manusia berdosa dan harus disiksa atas perbuatan sesatnya itu. Bukankah itu sebenarnya adalah perbuatan Allah?

Lalu dilihat dari sisi ke-Maha Kuasaan Allah, tentu Allah berkuasa atas segala sesuatu : Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S 18:45).

Dan jika Allah menghendaki, niscaya manusia itu menjadi umat yang satu :

Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.(Q.S 16:93)

Adanya iblis, jin dan syaitan, adanya umat yang berpecah belah, itu juga atas izin dan kehendak Allah. Karena tanpa izin dan kehendakNya, mustahil semua itu terjadi. Tapi mengapa Allah tidak menghendaki manusia menjadi umat yang satu, yang tidak berpecah belah, dan mengapa dia tidak memberi petunjuk kepada semua orang, sehingga semua manusia selamat dari ganasnya api neraka?

Dari ayat tersebut jelas, bahwa Allah tidak hendak menjadikan “kamu” menjadi satu umat saja. Kenapa? Faktanya manusia berpecah-belah dalam keyakinan sehingga tidak menjadi umat yang satu. Dan kehendak Allah menyertai kehendak manusia. Manusia itu sendiri yang hendak berpecah belah, ada yang mengikuti jalan yang lurus dan ada yang mengikui jalan yang sesat. Di mana seluruh kehendak manusia ini tidaklah mungkin terjadi tanpa adanya kehendak Allah. Terbukti bahwa kehendaknya Allah selalu menyertai apa kehendaknya manusia. Menyertai kehendak manusia, bukan berarti bergantung kepada kehendak manusia. Tapi berarti, kehendak manusia hanya bisa terealisasi jika Allah juga berkehendak atas terjadinya apa yang dikehendaki oleh manusia itu.

Tetapi kemudian, fakta bahwa pahala dan dosa dibebankan kepada manusia, karena manusia diciptakan dengan kemampuan kehendak, kemapuan memilih dan ikhtiyar. Kemampuan- kemampuan yang sebenarnya tidak berpengaruh apa-apa kecuali atas kehendak dan izin Allah pula. Seseorang bertanya, “Mengapa Allah dengan kemaha Kuasaannya tidak menghilangkan kemampuan saya dari berkehendak, memilih dan ikhtiyar terhadap hal-hal yang jahat, sehingga saya menjadi hamba Allah yang sepenuhnya beribadah kepada Nya?” Jika Allah menghilangkan kemampuan-kemampuan itu pada diri manusia, maka manusia tidak layak dibebani berbagai beban tanggung jawab, sehingga pahala dan dosa pun tidak layak baginya. Tapi manusia memiliki kemampuan berkehendak, memilih dan ikhtiyar, sehingga perintah dan larangan, pahala dan dosa dibebankan kepada dirinya.

Beban tanggun jawab yang dipikul oleh manusia adalah mengikuti perintah dan larangan dari Allah. Itulah jalan yang lurus. Tapi manusia ada yang mau mengikuti jalan yang lurus itu, ada pula yang tidak mau mengikutinya :

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (Q.S 76:3)

Dengan ke-Maha KuasanNya, Allah tidak memaksa manusia untuk mengikuti jalan yang lurus. Tapi dengan ke Maha KuasaanNya, Allah memberikan manusia kemampuan untuk memilih menurut kehendaknya masing-masing, mana yang mau mereka pilih, apakah jalan yang lurus apakah jalan yang sesat. Sedangkan kehendak Allah selalu menyertai kehendak manusia itu. Artinya, siapa manusia yang menghendaki kesesatan, maka Allah menyesatkannya. Dan barang siapa yang menghendaki jalan yang lurus, Allah menunjukanNya. Allah hendak menyesatkan seseorang, karena orang itu sendiri yang menghendaki kesesatan itu. Dan Allah mustahil menyesatkan seseorang yang tidak menghendaki dan memilih jalan kesesetan itu. Dengan kemaha KuasaanNya, manusia diciptakan dengan kemampuan “Kehendak Bebas”. Tanpa kemampuan ini, seluruh perintah dan larangan menjadi tidak ada artinya sama sekali.

Kehendak seorang manusia tidak akan pernah berbenturan dengan kehendak Allah. Kehendak Allah selalu menyertai kehendak manusia. Apa yang dikehendaki seseorang untuk dirinya, maka itu pulalah yang dikehendaki Allah untuk orang tersebut. Jika orang itu memilih kebaikan, maka Allah pun berkehendak orang itu memilih kebaikan. Jika orang itu memilih keburukan, maka Allah berkehendak orang itu memilih keburukan. Tapi kehendak Allah tidak bergantung kepada kehendak manusia, melainkan menyertai kehendak manusia. Kehendak Allah pun bukanlah sebab seseorang memilih kejahatan bagi dirinya. Tetapi pilihan jahat seseorang mustahil terjadi tanpa ada kehendak dari Nya. Dikalangan ulama mazhab Ahlul Bait, sinergi antara kehendak manusia dengan kehendak Allah itu dikenal dengan “bukan jabar (keterpaksaan), bukan pula tawfidh (penyerahan mutlak), akan tetapi sebuah perkara di antara dua perkara tersebut.”

0 komentar :